Kata mereka aku bisa gila, atau sebenarnya memang sudah tidak waras? Apa salahnya mencintai? Bukan aku yang memintamu ke sini. Bukan aku juga yang sengaja mendatangimu. Ini hanya titik temu yang terburu oleh waktu. Aku jadi lesu mengingat ujung jari telunjukmu yang tidak menunjukku menjadi yang kau rindu hingga sampai detik ini.
Sebatas itu sajakah kau menilaiku? Sebegitu mudahnya kah kau menjamahku dengan harapan? Aku masih menunggu-nunggu sapaanmu yang ramah. Begitu sajakah kau merasakan aku? Padahal aku sudah jujur mengaku.
Aku bukan pujangga yang punya banyak cadangan rima. Aku juga tak sedang mencipta rima. Aku hanya ingin kalimatku kau resapi. Aku bukan penyair yang mengindahkan bahasa. Menggulirkan bait-bait bertema asmara. Aku juga bukan dia!! Yang entah siapa, perempuan yang kau cinta.
Aku bukan lagi yang berumur sepuluh tahun, yang bisa melamun. Aku memang pengagum melihatmu tersenyum, satu detik sesudahnya kau membuatku ranum. Sayang, sepertinya kamu tak juga melihatku dengan anggun.
Lebih baik menjadi bisu lalu meninggalkanmu. Sebab meninggikan khayalku hanya akan membuatku menangis tersedu.
Sebenarnya aku masih memutar otak untuk mendapat perhatianmu. Padahal semua tahu aku ini yang paling angkuh pada rayu. Tapi tahukah kamu? Mungkin saja aku butuh lelaki sepertimu. Lelaki yang memanjakanku dengan selera humormu. Mengajariku mengatur waktu. Menjejaliku dengan kesederhanaanmu. Melindungiku dari sekutu. Bisa berubah menjadi superman yang mengajakku terbang dalam petang. Atau spiderman dengan jaring-jaring meredam tawa yang terlalu nyaring apalagi saat tangisku melengking.
Tak bisakah kau menjadi seperti itu? Hanya untukku bukan lagi peremupuan itu?
Ayolah, aku tak punya cukup banyak waktu. Cepatlah memintaku menjadi yang terindah untukmu.