Monday, March 11, 2013

BAB 1, 2, 3, dan 4

1. PENGERTIAN HUKUM & HUKUM EKONOMI

1. Pengertian Hukum
Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hukum, antara lain:
Mayers
Menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
Utrecht
Berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus mematuhinya.
Simorangkir
Mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi siapa saja yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
Sudikno Mertokusuro
Menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Achmad Ali
Menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.

2. Tujuan Hukum dan Sumber - Sumber Hukum
Tujuan hukum secara singkat, yaitu:

Keadilan
Kepastian
Kemanfaatan
Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.

Sumber hukum pada hakikatnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
Sumber hukum materiil
Yaitu sumber hukum yang menentukan isi suatu peraturan atau kaidah hukum yang mengikat setiap orang. Sumber hukum materiil berasal dari perasaan hukum masyarakat, pendapat umum, kondisi sosial-ekonomi, hasil penelitian ilmiah, tradisi, agama, moral, perkembangan internasional, geografis, dan politik hukum.
Sumber hukum formil
Yang dikenal dalam ilmu hukum berasal dari 6 jenis, yaitu:
a) UU
Yaitu peraturan-peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengikat setiap orang selaku warga negara. UU dapat berlaku dalam masyarakat, apabila telah memenuhi persyaratan tertentu.
Dalam istilah ilmu hukum, UU dibedakan menjadi 2 yaitu:
UU dalam arti materil, dan
UU dalam arti formil
b) Kebiasaan
Merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat dan dipatuhi sebagai nilai-nilai hidup yang positif. Namun tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang adil dan mengatur tata kehidupan masyarakat sehingga tidak semua kebiasaan dijadikan sumber hukum.
Selain kebiasaan dikenal pula adat istiadat yaitu himpunan kaidah sosial berupa tradisi yang umumnya bersifat sakral yang mengatur tata kehidupan sosial masyarakat tertentu.
c) Traktat
Atau perjanjian antar negara merupakan suatu perjanjian internasional antar 2 negara atau lebih. Traktat dapat dijadikan sumber hukum formal jika memenuhi syarat formal tertentu, mislanya dengan proses ratifikasi. Traktat dalam hukum internasional dibedakan atas 2 jenis yaitu:
Treaty, perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk disetujui sebelum diratifikasi kepala negara.
Agreement, perjanjian yang di ratifikasi terlebih dahulu oleh kepala negara baru disampaikan kepada DPR untuk diketahui.
d) Yurisprudensi
Putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri dan telah berkekuatan hukum tetap kemudian diikuti oleh hakim lain dalam peristiwa yang sama. Yurisprudensi biasa disebut juga judge made law (hukum yang dibuat pengadilan) sedangkan yurisprudensi di negara-negara anglo saxon atau commonlaw diartikan sebagai ilmu hukum.
e) Doktrin
Pendapat atau ajaran para ahli hukum, yang terkemuka dan mendapat pengakuan dari masyarakat misalnya hakim dalam memeriksa perkara atau pertimbangan putusannya dapat menyebut doktrin dari ahli hukum tertentu dengan demikian hakim dianggap telah menemukan hukumnya. Pasal 38 ayat (1) Mahkamah internasional menetapkan doktrin merupakan salah satu sumber hukum formil. Doktrin tidak mengikat seperti UU, kebiasaan, traktat, dan yurisprudensi sehingga bukanlah dianggap sebagai hukum namun doktrin hanya memiliki wibawa yang dipandang bersifat obyektif dan dapat dijadikan sumber penemuan hukum bagi hakim.
f) Hukum agama

3. Kodifikasi Hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab UU secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:
Hukum Tertulis (statute law, written law)
Yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan.
Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law)
Yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).

Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
Jenis-jenis hukum tertentu
Sistematis
Lengkap

Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
Kepastian hukum
Penyederhanaan hukum
Kesatuan hukum

4. Kaidah atau Norma
Kaidah secara bahasa atau etimologi berasal dari bahasa Arab “Qaidah”, yang berarti dasar, fondasi, pangkal, peraturan, kaidah, norma dan prinsip.
Sedangkan dalam kajian ilmu hukum, kaidah lebih diartikan dengan peraturan atau norma.
Jadi singkat kata, kaidah atau adalah aturan-aturan yang berisi perintah dan larangan yang harus diterima dan ditetapkan di dalam masyarakat guna mewujudkan kedamaian, keamanan, keadilan ketertiban di dalam masyarakat.

Dilihat dari sifatnya, kaidah hukum dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
Hukum yang imperatif
Adalah kaidah hukum yang bersifat priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
Hukum yang fakultatif
Adalah ini tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.

Sedangkan menurut bentuknya, kaidah hukum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
Kaidah hukum yang tidak tertulis
Biasanya tumbuh dalam masyarakat dan bergerak sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Kaidah hukum yang tertulis
Biasanya dituangkan dalam bentuk tulisan pada UU dan sebagainya. Kelebihan kaidah hukum yang tertulis adalah adanya kepastian hukum, mudah diketahui dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum.

Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).

Ada bermacam-macam norma yang berlaku di masyarakat, yang telah dikenal luas ada 4, yaitu:
Norma Agama
Ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan YME. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan YME berupa “siksa” kelak di akhirat.
Norma Kesusilaan
Ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
Norma Kesopanan
Ialah norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Norma Hukum
Ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman hukuman

5. Pengetian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Pengertian Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.

Pengertian Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi Indonesia dibedakan menjadi 2, yaitu:
Hukum Ekonomi Pembangunan
Adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara–cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
Hukum Ekonomi Sosial
Adalah yang menyangkut peraturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam HAM manusia Indonesia.
Namun ruang lingkup hukum ekonomi tidak dapat diaplikasikan sebagai satu bagian dari salah satu cabang ilmu hukum, melainkan merupakan kajian secara interdisipliner dan multidimensional. Atas dasar itu, hukum ekonomi menjadi tersebar dalam pelbagai peraturan UU yang bersumber pada pancasila dan UUD 1945.
Sementara itu, hukum ekonomi menganut azas, sebagi berikut :
Azas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan TME.
Azas manfaat.
Azas demokrasi pancasila.
Azas adil dan merata.
Azas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan.
Azas hukum.
Azas kemandirian.
Azas keuangan.
Azas ilmu pengetahuan.
Azas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat.
Azas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Azas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.

Contoh hukum ekonomi:
Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
Jika turunnya harga gas elpiji yang ukuran 3 kg maka dalam penjualan kompor gas akan mengalami kenakian baik itu yang buatan dalam negeri atau luar negeri.
SUMBER
SUMBER
SUMBER





2. SUBYEK & OBYEK HUKUM

Hukum ditujukan untuk manusia. Kaedah-kaedahnya yang berisi perintah, larangan dan perkenaan itu ditujukan pada anggota-anggota masyarakat. Hukum itu mengatur hubungan antar masyarakat.
Adanya subjek dan objek hukum pasti menimbulkan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang memiliki akibat-akibat hukum.

Perbuatan hukum terdiri dari:
Perbuatan hukum sepihak
Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja tetapi memunculkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula.
Perbuatan hukum dua pihak
Ialah perbuatan hokum yang dilakukan oleh dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak tersebut.

Menurut pendapat lain yaitu perbuatan hukum dibagi menjadi dua, yaitu:
Perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum.
Perbuatan menurut hukum
Perbuatan melawan hukum
Perbuatan hukum yang tidak dilakukan oleh subyek hukum.

Unsur-Unsur Hukum
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para Sarjana Hukum Indonesia, hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat,
Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib,
Peraturan itu bersifat memaksa,
Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Ciri-Ciri Hukum, yaitu:
Adanya perintah dan larangan, serta
Perintah dan larangan itu harus patuh ditaati setiap orang.

Hak dan Kewajiban serta Kewenangan dalam Hukum
Tidak seorang pun manusia yang tidak mempunyai hak, tetapi konsekuensinya bahwa orang lain pun memiliki hak yang sama dengannya. Jadi hak pada pihak yang satu berakibat timbulnya kewajiban pada pihak yang lain.
Untuk terjadinya “hak dan kewajiban”, diperlukan suatu “peristiwa” yang oleh hukum dihubungkan sebagai suatu akibat. Artinya, hak seseorang terhadap sesuatu benda mengakibatkan timbulnya kewajiban pada orang lain, yaitu menghormati dan tidak boleh mengganggu hak tersebut.

1. Subyek Hukum
Adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban. Dan yang berhak memperoleh kewajiban dan hak hanyalah manusia. Jadi, manusia adalah subjek hukum.

Jenis Subyek Hukum terdiri dari dua jenis, yaitu:
Manusia Biasa (natuurlijke persoon)
Manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUHP menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kenegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut:
Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUHP tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.
Badan Hukum (rechts persoon)
Merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.

Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu:
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.

Hak dapat timbul pada subjek hukum disebabkan oleh beberapa hal berikut:
Adanya subjek hukum baru, baik orang maupun badan hukum,
Terjadi perjanjian yang disepakati oleh para pihak yang melakukan perjanjian,
Terjadi kerugian yang diderita oleh seseorang akibat kesalahan atau kelalaian orang lain,
Karena seseorang telah melakukan kewajiban yang merupakan syarat memperoleh hak,
Terjadinya daluarsa.

2. Obyek Hukum
Adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang menjadi objek hukum adalah hak, karena dapat di kuasai oleh subjek hukum.
Obyek hukum menurut pasal 499 KUHP, yakni benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.

Jenis Obyek Hukum
Berdasarkan pasal 503-504 KUHP disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni:
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi:
Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUHP adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
Benda bergerak karena ketentuan UU, menurut pasal 511 KUHP adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
Benda tidak bergerak karena ketentuan UU, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni:
Pemilikan (Bezit)
Yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUHP, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
Penyerahan (Levering)
Yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
Daluwarsa (Verjaring)
Yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
Pembebanan (Bezwaring)
Yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.

3. Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan jaminan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).

Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat, yaitu:
Jaminan Umum
Pelunasan dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131 KUHP yang dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi antara lain:
1) Gadai
Dalam pasal 1150 KUHP disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.

Sifat-sifat Gadai yakni :
Untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
Adanya sifat kebendaan.
Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).
Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.

Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten.

Hak pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung:
Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang di gadaikan atas kekuasaan sendiri (eigenmachti geverkoop).
Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.
Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai .
Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah hutang dan bunga).
Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut di muka hukumsupaya barang gadai di jual menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga.
Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.

2) Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUHP adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).

Sifat-sifat hipotik yakni:
Bersifat accesoir yakni seperti halnya dengan gadai.
Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUHP.
Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUHP.
Obyeknya benda-benda tetap.

Obyek hipotik yakni :
Kapal laut dengan bobot 20 m³ ke atas berdasarkan pasal 509 KUHP, pasal 314 ayat 4 KUH dagang dan UU N0.12 tahun 1992 tentang pelayaran sementara itu kapal berdasarkan pasal 509 KUHP menurut sifatnya adalah benda bergerak karena bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan berdasarkan pasal 510 KUHP kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat pemandian yang di pasang di perahu atau berdiri terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.
Kapal terbang dan helikopter berdasarkan undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan dalam hukum perdata status hukum pesawat udara adalah benda tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat terbang dan helikopter dioperasikan harus mempunyai tanda pendaftaran yang berlaku di Indonesia.

3) Hak Tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 UU hak tanggungan (UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.

Dengan demikian UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu yang kuat dengan ciri sebagai berikut:
Kreditur yang diutamakan (droit de preference) terhadap kreditur lainya .
Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut atau selama perjanjian pokok belum dilunasi (droit de suite).
Memenuhi syarat spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Benda yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus harus memenuhi syarat-syarat khusus seperti berikut:
Benda tersebut dapat bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjukan oleh UU.
Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum (bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah No. 29 tahun 1997 tentang pendaftaran.

Obyek hak tanggungan yakni:
Hak milik (HM).
Hak guna usaha ( HGU).
Rumah susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas satuan rumah susun (HM SRS).
Hak pakai atas tanah negara.
Obyek hak tanggungan tersebut terdapat dalam pasal 4 UU no 4 tahun 1996.

4) Fidusia
Lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.
Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secara constitutum possesorimyang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan di keluarkannya UU
No. 42 tahun 1999 tentang Fidusia maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor secara kepercayaan sebagai jaminan utang.
Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.

Sifat jaminan fidusia yakni:
Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk memberikan sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sehingga akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok yang dijamun dengan Fidusia hapus.
Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.

Benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan antara lain:
Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai.

Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti kredutor sebagai pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.

Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan fidusia hapus karena hal sebagai berikut”
Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor.
Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

SUMBER
SUMBER
SUMBER
SUMBER





3. HUKUM PERDATA

1. Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

2. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab UU Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu:
Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW atau Kitab UU Hukum Perdata-Belanda.
Wetboek van Koophandel disingkat WvK atau yang dikenal dengan Kitab UU Hukum Dagang. Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

3. Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab UU Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan UU RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHP dt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan UU baru berdasarkan UUD ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab UU Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Isi KUHP terdiri dari 4 bagian yaitu:
Buku 1 tentang Orang (Personrecht)
Buku 2 tentang Benda (Zakenrecht)
Buku 3 tentang Perikatan (Verbintenessenrecht)
Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian (Verjaring en Bewijs)

Definisi Hukum Perdata menurut para ahli, yaitu:
Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
Sudikno Mertokusumo
Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yag lain didalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
Prof. R. Soebekti, S.H.
Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.

Definisi secara umum :
Suatu peraturan hukum yang mengatur orang/badan hukum yang satu dengan orang/badan hukum yang lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Unsur yang terpenting dari Hukum Perdata, yaitu:
Norma peraturan
Sanksi
Mengikat / dapat dipaksakan

Azas-azas Hukum Perdata, yaitu:
Azas Individualitas
Dapat menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb.
Batasan terhadap azas individualitas, yaitu:
a) Hukum Tata Usaha Negara (campur tangan pemerintah terhadap hak milik)
b) Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga
c) Tidak menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan orang lain
Azas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU maupun yang belum (pasal 1338 KUHP) asal perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan.
Azas Monogami
Seorang laki-laki dalam waktu yang sama hanya diperbolehkan memunyai satu orang istri. Namun dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang UU Pokok Perkawinan (UUPP) membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada pasal 3 ayat (2), pasal 4 dan pasal 5 pada UUPP.

Perkembangan KUHP di Indonesia
Hukum Perdata Eropa (Code Civil Des Francais) dikodifikasi tanggal 21 Maret 1804.
Pada tahun 1807, Code Civil Des Francais diundangkan dengan nama Code Napoleon.
Tahun 1811 – 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda. KUHP Indonesia berasal dari Hukum Perdata Belanda, yaitu buku “Burgerlijk Wetboek” (BW) dan dikodifikasi pada tanggal 1 Mei 1848.
Setelah kemerdekaan, KUHP tetap diberlakukan di Indonesia. Hal ini tercantum dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada (termasuk KUHP) masih tetap berlaku selama belum ada peraturan yang baru menurut UUD ini.
Perubahan yang terjadi pada KUHP Indonesia, yaitu:
Tahun 1960
UU No.5/1960 mencabut buku II KUHP sepanjang mengatur tentang bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya kecuali hipotek
Tahun 1963
Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran tertanggal 5 September 1963, dengan mencabut pasal-pasal tertentu dari BW yaitu : pasal 108, 824 (2), 1238, 1460, 1579, 1603 x (1),(2) dan 1682.
Tahun 1974
UU No.1/1974, mencabut ketentuan pasal 108 tentang kedudukan wanita yang menyatakan wanita tidak cakap bertindak.

Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Menurut Ilmu Pengetahuan
Buku I : Hukum Perorangan (Personenrecht)
Buku II : Hukum Keluarga (Familierecht)
Buku III : Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
Buku IV : Hukum Waris (Erfrecht)
Menurut KUHP
Buku I : Perihal Orang (Van Personen)
Buku II : Perihal Benda (Van Zaken)
Buku III : Perihal Perikatan (Van Verbintennisen)
Buku IV : Perihal Pembuktian dan Kadaluarsa (Van Bewijs en Verjaring)

SUMBER
SUMBER
SUMBER





4. HUKUM PERIKATAN

1) Pengertian
Perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).

Definisi Perikatan Menurut para ahli:
Menurut Hofmann : Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa prang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Menurut Pitlo : Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang  bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi
Menurut Subekti : Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.

Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.

2) Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUHP ”Perikatan yang dilahirkan dari UU, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari UU sebagai akibat perbuatan orang”.

Perikatan terjadi karena UU semata.
Perikatan yang timbul dari UU saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUHP mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUHP mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu: kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber–sumber perikatan.

Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

3) Azas-azas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUHP, yakni menganut asas:
Asas Kebebasan Berkontrak
Terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuat.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UU, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
Asas Konsensualisme
adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas

4) Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni:
Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni:
a) Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b) Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c) Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUHP.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

Peralihan Risiko
Adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUHP.

5) Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUHP. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :

Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu:
Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain.

Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUHP). Misalnya A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menentukan oleh Pasal 1427 KUHP, yaitu utang tersebut:
Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.

Pembebasan utang.
UU tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau cuma-cuma.
Menurut pasal 1439 KUHP maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
Dengan pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan:
(1) pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang,
(2) pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama,
(3) pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.

Musnahnya barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUHP, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUHP menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.

Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu: batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut. Sebelum ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku. Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah pasti karena wali dari A atau A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar jual beli dan penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.

Syarat yang membatalkan
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif. Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.

Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUHP, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.

Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu:
Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut ”acquisitive prescription”;
Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan, disebut ”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis

SUMBER
SUMBER
SUMBER
SUMBER

No comments:

Post a Comment